Jumat, 23 Januari 2015

Tahun 2015 Tantangan Besar bagi UPK

Sejak awal pembentukan Unit Pengelola Kegiatan (UPK), para pengurus UPK memang dibayang-bayangi oleh status yang tidak jelas, tidak seperti pegawai lain. Jangankan jaminan hari tua, jaminan keselama- tan diri sendiri pun tak ada yang memperhatikan, terbukti ada beberapa pengurus UPK yang terkait penyelewengan dana PNPM terpaksa meringkuk di penjara. Semestinya kasus yang berada di ruang lingkup internal PNPM diselesaikan oleh pihak PNPM pula, tidak langsung main bui saja. Begitulah salah satu bunyi tuntuan yang digaungkan oleh para Pengurus UPK dalam aksi damai di halaman Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri di Pasar Minggu Jakarta Selatan pada hari Rabu tanggal 3 September 2014 lalu. Peserta demo nasional UPK sebagian besar berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dan beberapa perwakilan dari luar pulau Jawa. 

Para pengurus UPK meminta agar Dirjen PMD melakukan revisi terhadap PTO 2014 yang isinya banyak merugikan pihak UPK, salah satunya terkait redesign UPK dan periodisasi kepengurusan UPK. Di sisi lain, para pengurus UPK menilai pihak NMC kurang support terhadap UPK, sehingga kebijakan yang dikeluarkan oleh NMC banyak yang bersifat menyudutkan UPK. Sesuai tuntutan yang diteriakkan dalam aksi demo, UPK menuntut agar BKAD dan UPK dilibatkan dalam setiap penyusunan kebijakan, terutama menjelang berakhirnya program PNPM pada Desember 2014 nanti. Bagaimana pun UPK adalah salah satu bagian dari PNPM yang telah memberi warna pemberdayaan pada masyarakat, terutama kaum perempuan. 

UPK dan BKAD adalah barisan garis depan di program PNPM yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. BKAD yang bertugas menjembatani pengembangan desa di era PNPM dan pasca program memegang posisi teramat penting dalam pembangunan desa, sehingga alangkah tepatnya bila BKAD melalui wakilnya diajak serta dalam setiap perumusan kebijakan sampai tingkat pusat. Begitu juga UPK. Tidak sedikit UPK yang memiliki inovasi pemberdayaan jauh lebih baik dan diterima oleh masyarakat. Dan UPK lingkupnya adalah nasional. Sangat tidak bijak bila tidak ada wakil UPK yang diikutsertakan dalam penyusunan strategi pemberdayaan pasca program PNPM. Untuk itu, demo juga meminta agar status UPK diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP). Sumber : http://www.slideshare.net/rbm-majalengka/buletin-sindangkasih-fokus-upk-edisi-006-tahun-2014.

Berdasarkan informasi di atas, UPK Ciampea ikut mengapresiasi langkah teman-teman UPK walaupun sebenarnya tidak begitu berpengaruh besar terhadap kegiatan di UPK Ciampea, karena sejak faseout (2009) sudah tidak memiliki pendampingan. Walaupun terus terang saja kami tidak mengetahui sebelumnya jika Ciampea akan faseout, dan ini membuat kami merasa kebingungan mau jadi apa atau mau dibawa kemna UPK Ciampea pasca faseout?.

Kami menyadari memang tantangan pasca faseout begitu terasa, apalagi saat itu (2009) Kec. Ciampea menjadi PNPM Perkotaan, yang kegiatannya hampir sama dengan PNPM Perdesaan hanya saja dilaksanakan oleh setiap desa. Hal ini jelas bagi UPK Ciampea menjadi tantangan tersendiri, karena kami harus terus melaksanakan kegiatan UPK walaupun hanya sebatas bidang ekonomi (SPP), sementara para nasabah (anggota kelompok) banyak yang pindah ke PNPM Perkotaan, karena dari pengurus TPK dan KPMD yang dulu aktif membantu UPK, kini mereka juga banyak yang menjadi pengurus di PNPM Perkotaan yang salah satu kegiatannya melayani simpan pinjam (SPP).

Berdasarkan pengalaman kami, semoga teman-teman UPK yang lain khususnya yang ada di wilayah Kabupaten Bogor semoga berakhirnya PNPM Mandiri Perdesaan ini dapat menjadi pemicu untuk meningkatkan kegiatannya, karena justru tahun 2015 ini tantangan UPK benar-benar akan diuji.

2 komentar:

Tulis komentar, saran atau kritikan Anda, Terima kasih..